MEMBAJAK sawah dan menanam padi ternyata bisa dikemas menjadi atraksi wisata yang menarik. Seperti dikemas Joglo Family Hotel lewat Program Ekowisata Borobudur di wilayah Kelurahan Mendut, Kabupaten Magelang.
Dalam program ini, pelajar dan mahasiswa adal kota-kota besar bisa menjajal gaya hidup serta pekerjaan keseharian petani. Di awali dengan menggembala bebek, dan pergi ke sawah. Mereka menelusuri pematang sawah dengan riang gembira. Meski beberapa ada yang terpeleset lumpur namun tidak mengurangi gairah dan semangat anak-anak kota itu untuk mengecap kehidupan ala petani.
Para siswa, yang kebanyakan dari keluarga berada itu, kemudian belajar membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau raksasa. Karena tak biasa banyak yang pontang-panting mengikuti derap kaki kerbau.
Yak unik, tak hanya siswa putri yang ketakutan mengendalikan bajak namun juga si kerbau. Beberapa kali kerbau berbadan besar lari ketakutan ketika sejumlah siswi cantik menghapiri. Antara siswa dan kerbau pun berlarian bermandikan lumpur sawah.
Ada juga siswa yang berani menaiki bajak kerbau, termasuk Mrs Shaheeda, guru sejarah dan geografi asal Singapura. Bersama muridnya, ia berulangkali mengelilingi pematang sawah dengan menaiki bajak kerbau. Dia mengatakan di Singapura tidak ada lagi kehidupan tradisional seperti ia temukan di Magelang.
Tak hanya itu, mereka kemudian juga menjajal mencabut benih padi dan kemudian menanamlkannya ke sawah. Selepas itu, mereka mengikuti lomba menangkap ikan bawal dan ikan mas. Penangkap ikan terbanyak mendapatkan hadiah dari guru dan warga desa.
Ya inilah program Ekowisata Borobudur yang kini tengah dikembangkan di Kabupaten Magelang. Meski masih baru namun sambutan publik sangat tinggi, terutama masyarakat perkotaan yang hampir tidak pernah bersentuhan dengan lumpur dan tidak mengenal proses menanam padi.
Dalam program ini, pelajar dan mahasiswa adal kota-kota besar bisa menjajal gaya hidup serta pekerjaan keseharian petani. Di awali dengan menggembala bebek, dan pergi ke sawah. Mereka menelusuri pematang sawah dengan riang gembira. Meski beberapa ada yang terpeleset lumpur namun tidak mengurangi gairah dan semangat anak-anak kota itu untuk mengecap kehidupan ala petani.
Para siswa, yang kebanyakan dari keluarga berada itu, kemudian belajar membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau raksasa. Karena tak biasa banyak yang pontang-panting mengikuti derap kaki kerbau.
Yak unik, tak hanya siswa putri yang ketakutan mengendalikan bajak namun juga si kerbau. Beberapa kali kerbau berbadan besar lari ketakutan ketika sejumlah siswi cantik menghapiri. Antara siswa dan kerbau pun berlarian bermandikan lumpur sawah.
Ada juga siswa yang berani menaiki bajak kerbau, termasuk Mrs Shaheeda, guru sejarah dan geografi asal Singapura. Bersama muridnya, ia berulangkali mengelilingi pematang sawah dengan menaiki bajak kerbau. Dia mengatakan di Singapura tidak ada lagi kehidupan tradisional seperti ia temukan di Magelang.
Tak hanya itu, mereka kemudian juga menjajal mencabut benih padi dan kemudian menanamlkannya ke sawah. Selepas itu, mereka mengikuti lomba menangkap ikan bawal dan ikan mas. Penangkap ikan terbanyak mendapatkan hadiah dari guru dan warga desa.
Ya inilah program Ekowisata Borobudur yang kini tengah dikembangkan di Kabupaten Magelang. Meski masih baru namun sambutan publik sangat tinggi, terutama masyarakat perkotaan yang hampir tidak pernah bersentuhan dengan lumpur dan tidak mengenal proses menanam padi.
Untuk melengkapi pengalaman mereka, penyelenggara Ekowisata Borobudur juga mengajak peserta makan lesehan di Malioboro, belajar membatik, belajar membuat gerabah di Nglipoh, Borobudur, menikmati kawah Dieng serta mendaki Punthuk Setumbu.
Punthuk Setumbu setumbu ini merupakan sebuah bukit kecil dengan pemandangan paling indah di dunia. Dari bukit ini, wisatawan bisa menyaksikan keindahan Candi Borobudur ketika matahari mulai merambat naik. Konon inilah lokasi terbaik menikmati sunrise.
"Ini pengalaman baru bagi saya. Selama ini kami hidup enak dan tidak tahu bagaimana padi dihasilkan petani. Yang kami tahu ya nasi sudah tersedia dan tinggal memakannya," kata Micel (13), salah satu peserta.
Micel berjanji sepulang dari Magelang ia akan lebih menghargai nasi serta kebudayaan dan tradisi masyarakat pedesaan. Ia mengaku banyak mendapatkan pengalaman berharga selama lima hari mengikuti Program Ekowisata Borobudur.
Salah satu guru Asdiansyah mengatakan diantara peserta ada siswa dari Singapura dan India. "Program ini kami buat untuk mengubah kebiasaan siswa. Mereka terbiasa hidup enak dan apa-apa serba ada," kata Asdiansyah.
Ia berharap petualangan ini bisa mengubah karakter siswa agar bisa menghargai akar budaya dan masyarakat petani. "Kami harap siswa kami bisa menemukan jati diri mereka. Sepulang dari Magelang mereka harus bisa mengubah karakter," kata Asdiansyah.
Owner the Joglo Family Hotel Habib Syafingi mengatakan kegiatan ekowisata Borobudur akan terus dikembangkan di Magelang. kegiatan ini menawarkan aktivitas pertanian tradisional yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat perkotaan.
Ia mengaku sambutan masyarakat cukup bagus atas kegiatan ekowisata Borobudur. "Pertanian tradisional sudah berkembang di Jawa sejak ratusan tahun. Pertanian bahkan sudah menjadi bagian peradaban manusia. Ini coba kita kemas menjadi paket wisata. Kita ajak orang-orang untuk kembali memahami dan mempelajari peradaban pertanian," kata Habib. (Kang Habib Shaleh)
Ia berharap petualangan ini bisa mengubah karakter siswa agar bisa menghargai akar budaya dan masyarakat petani. "Kami harap siswa kami bisa menemukan jati diri mereka. Sepulang dari Magelang mereka harus bisa mengubah karakter," kata Asdiansyah.
Owner the Joglo Family Hotel Habib Syafingi mengatakan kegiatan ekowisata Borobudur akan terus dikembangkan di Magelang. kegiatan ini menawarkan aktivitas pertanian tradisional yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat perkotaan.
Ia mengaku sambutan masyarakat cukup bagus atas kegiatan ekowisata Borobudur. "Pertanian tradisional sudah berkembang di Jawa sejak ratusan tahun. Pertanian bahkan sudah menjadi bagian peradaban manusia. Ini coba kita kemas menjadi paket wisata. Kita ajak orang-orang untuk kembali memahami dan mempelajari peradaban pertanian," kata Habib. (Kang Habib Shaleh)