MANTAN Menteri Pariwisata (Menpar) I Gede Ardika masih menaruh perhatian besar terhadap pariwisata di Kabupaten Magelang. Maklum, Ardikalah yang di masa lalu getol mendorong warga Magelang mengembangkan ecotourism atau wisata minat khusus di alam.
Menurut Ardika kondisi geografi dan kultural Kabupaten Magelang memang cocok untuk pengembangan wisata berbasis alam. Ardika tercatat tiga kali berkunjung ke Desa Wisata Candirejo, Borobudur, Kabupaten Magelang.
Tahun 2003, Ardika bahkan menginap di homestay milik pengelola Desa Wisata Candirejo Tatag Sariawan sebagai bentuk dukungan pengembangan ecotourism Candirejo.
Ia pun mengapresiasi semangat dan kreatifitas warga Magelang yang kini secara mandiri mengembangkan wisata sunrise seperti PunthukSetumbu, Bukit Barede, Punthuk Mongkrong, Purwosari Sunrise, Gununggono Sunrise dan lainnya.
Ardika juga berharap pengelola wisata alam seperti Randu Ijo Jurang Jero, Jurang Jero Asri, Ketep Pass, Candi Selogriyo, Top Selfie Kragilan dan lainnya untuk fokus pada pengembangan wisata ecotourism.
"Harus begitu, kembangkanlah wisata pedesaan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat," kata Ardika saat mengunjungi stand Sustainable Tourism Destination (STD) Kabupaten Magelang dalam acara Pacific Asia Travel Asosiation (PATA) Travel Mart 2016 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD Kota Tangerang, Rabu.
Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Kabinet Gotong Royong tahun 2001-2004 ini adalah sosok yang memelopori pengembangan desa wisata di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Pria kelahiran Singaraja, Bali 15 Februari 1945 ini mengaku terinspirasi village tourism yang bberkembang pesat di Inggris.
"Saat berkunjung ke Inggris saya melihat orang-orang kota berlibur ke desa setiap akhir pekan. Village tourism ini sangat marak dan mampu memberikan tambahan pendapatan ke desa. Ada distribusi ekonomi dari kota ke desa. Kesejahteraan masyarakat berkembang dan lingkungan lestari," kata Ardika.
Menurut Ardika ada kesalahpahaman masyarakat tentang pengertian tourism village. Masyarakat Indonesia memaknai tourism village sebagai desa wisata sehingga kemudian banyak mengubah karakter dan keunikan desa demi mengejar status desa wisata. Padahal pembangunan desa wisata yang tidak berkonsep justru berpotensi merusak keunggulan desa.
Ardika menjelaskan bahwa pengertian tourism village adalah wisata pedesaan. Yakni bagaimana mendorong orang-orang kota untuk berlibur ke desa. Konsep ini bertujuan untuk memeratakan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan sekaligus menjaga lingkungan desa tetap lestari.
Atas alasan ini, Ardika mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan wisata pedesaan di wilayah masing-masing. Disebutkan wisata pedesaan adalah bagaimana menjadikan desa sebagai destinasi wisata. Kondisi desa harus dibiarkan utuh dengan keunikan dan kekhasan masing-masing.
"Kondisi desa jangan diubah seperti kota. Rumah-rumah tua jangan dirobohkan tapi dimanfaatkan untuk wisata. Yang penting desa bersih, rapi, dan sanitasinya sehat. Masyarakat harus terlibat langsung pengelolaan desa wisata ini," kata dia.
Disebutkan bahwa kunci keberhasilan pembangunan pariwisata pedesaan adalah aspek kelembagaan yang kuat, dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, setiap desa wisata harus memiliki manajemen yang baik dan organisasi kerja yang tertata.
Ardika menegaskan bahwa pengembangan wisata 'ndeso' ini harus mengarah pada Sustainable Tourism Development (STD) atau pembangunan pariwisata berkelanjutan. Program STD ini fokus pada tiga bidang kerja yakni komunitas (masyarakat), ekonomi dan lingkungan. Ia berharap akan lahir desa wisata-desa wisata hijau di Kabupaten Magelang.
Ia pun mengapresiasi semangat dan kreatifitas warga Magelang yang kini secara mandiri mengembangkan wisata sunrise seperti PunthukSetumbu, Bukit Barede, Punthuk Mongkrong, Purwosari Sunrise, Gununggono Sunrise dan lainnya.
Ardika juga berharap pengelola wisata alam seperti Randu Ijo Jurang Jero, Jurang Jero Asri, Ketep Pass, Candi Selogriyo, Top Selfie Kragilan dan lainnya untuk fokus pada pengembangan wisata ecotourism.
"Harus begitu, kembangkanlah wisata pedesaan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat," kata Ardika saat mengunjungi stand Sustainable Tourism Destination (STD) Kabupaten Magelang dalam acara Pacific Asia Travel Asosiation (PATA) Travel Mart 2016 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD Kota Tangerang, Rabu.
Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Kabinet Gotong Royong tahun 2001-2004 ini adalah sosok yang memelopori pengembangan desa wisata di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Pria kelahiran Singaraja, Bali 15 Februari 1945 ini mengaku terinspirasi village tourism yang bberkembang pesat di Inggris.
"Saat berkunjung ke Inggris saya melihat orang-orang kota berlibur ke desa setiap akhir pekan. Village tourism ini sangat marak dan mampu memberikan tambahan pendapatan ke desa. Ada distribusi ekonomi dari kota ke desa. Kesejahteraan masyarakat berkembang dan lingkungan lestari," kata Ardika.
Menurut Ardika ada kesalahpahaman masyarakat tentang pengertian tourism village. Masyarakat Indonesia memaknai tourism village sebagai desa wisata sehingga kemudian banyak mengubah karakter dan keunikan desa demi mengejar status desa wisata. Padahal pembangunan desa wisata yang tidak berkonsep justru berpotensi merusak keunggulan desa.
Ardika menjelaskan bahwa pengertian tourism village adalah wisata pedesaan. Yakni bagaimana mendorong orang-orang kota untuk berlibur ke desa. Konsep ini bertujuan untuk memeratakan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan sekaligus menjaga lingkungan desa tetap lestari.
Atas alasan ini, Ardika mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan wisata pedesaan di wilayah masing-masing. Disebutkan wisata pedesaan adalah bagaimana menjadikan desa sebagai destinasi wisata. Kondisi desa harus dibiarkan utuh dengan keunikan dan kekhasan masing-masing.
"Kondisi desa jangan diubah seperti kota. Rumah-rumah tua jangan dirobohkan tapi dimanfaatkan untuk wisata. Yang penting desa bersih, rapi, dan sanitasinya sehat. Masyarakat harus terlibat langsung pengelolaan desa wisata ini," kata dia.
Disebutkan bahwa kunci keberhasilan pembangunan pariwisata pedesaan adalah aspek kelembagaan yang kuat, dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk itu, setiap desa wisata harus memiliki manajemen yang baik dan organisasi kerja yang tertata.
Ardika menegaskan bahwa pengembangan wisata 'ndeso' ini harus mengarah pada Sustainable Tourism Development (STD) atau pembangunan pariwisata berkelanjutan. Program STD ini fokus pada tiga bidang kerja yakni komunitas (masyarakat), ekonomi dan lingkungan. Ia berharap akan lahir desa wisata-desa wisata hijau di Kabupaten Magelang.
"Saatnya sekarang mengubah paradigma pariwisata menjadi pariwisata berkelanjutan. Pariwisata bukan soal mengeruk keuntungan sebesar-besarnya untuk keuntungan pribadi tapi merusak lingkungan. Karena itu, mengembangkan pariwisata harus berbasis budaya, masyarakat dan lingkungan," ujar Ardika.
Ardika mengingatkan bahwa tujuan utama pembangunan pariwisata adalah pengentasan kemiskinan, pemerataan pembangunan, dan pembangunan kawasan strategis kepariwisataan. (Kang Habib Shaleh)